TEKNIK PENCAHAYAAN



Sebelumnya pernah dibahas tentang cahaya buatan (articial lighting). Kali ini akan dibahas beberapa teknik lighting yang umum digunakan. Mengacu pada pemahaman fotografi sendiri yang berarti ‘melukis dengan cahaya’ maka tanpa adanya suatu cahaya tidak akan karya fotografi. Permainan cahaya dan teknik pencahayaan yang benar akan menghasilkan karya foto yang bagus. Ada beberapa istilah dan teknik pencahayaan dalam fotografi.
  1. Hi Key
  2. Low Key
  3. Candle Light
  4. Split
  5. Horror
  6. Butterfly
  7. Rembrandt

High Key Lighting
High Key Lighting
High Key Lighting
Teknik pencahayaan yang menghasilkan warna sangat kontras yang di dominasi oleh warna terang, biasanya warna putih. Kesan yang dihasilkan adalah bersih, putih, suci, lembut. Paling sesuai biasanya untuk fotografi produk, kosmetik, dan jenis foto yang memerlukan penguatan pada produk.






Low Key Lighting
Low Key Lighting
Low Key Lighting
Low Key lighting sebenarnya mirip dengan teknik hi-key, sama-sama menonjolkan kontras dari sebuah objek foto. Bedanya terletak pada eksekusi serta hasil akhir. Pada foto low key pencayahaan sangat minim, hanya ditekankan pada bagian-bagian tertentu objek foto. Foto ini sangat cocok untuk menampilkan kesan sedih, dalam, eksotis, mistis, dan sebagainya.
Setting lampu biasanya sangat minim. Bisa menggunakan satu jenis lampu atau dua untuk menghasilkan detail dan kedalaman foto.



Candle Light
Candle Light
Candle Light - Photo by: Tuhin







Hasil dari teknik pencahayaan ini mirip dengan Low Key. Bedanya terletak pada sumber cahaya yang digunakan, biasanya dari lilin atau sumber cahaya lain yang mirip lilin. Foto yang dihasilkan memberi kesan dalam, kuat, damai, dan teduh.
Teknik ini kebanyakan digunakan untuk foto-foto religius, produk, dan jenis foto lain yang ingin memberikan kesan damai dan teduh seperti karakter lilin. Karena sumber cahaya terbatas, teknik foto dengan kecepatan rendah.

Split Lighting
Split Lighting - Photo by: Samantha
Split Lighting - Photo by: Samantha
Split lighting teknik pencahayaan dengan menggunakan lighting dari salah satu sisi objek foto. Hasilnya objek terlihat separo dari keseluruhan objek foto. Banyak diimplementasikan pada jenis foto portrait atau objek simetris. Kesan yang ditimbulkan bermacam-macam, tergantung dari keperluan foto dibuat. Bisa misterius, penekanan karakter objek dan sebagainya.





Horror Lighting
Horror Lighting
Horror Lighting - Photo by: Ekillian
Teknik foto horor hampir mirip dengan teknik low light dan split lighting,perbedaannya hanya pada anglepengambilan objek foto dan sudut penempatan lampu serta ekspresi model. Kebanyakan posisi lampu diletakkan di bawah model.






Butterfly Lighting
Butterfly Light
Butterfly Light - Photo by: Oneslidefotography.com
Teknik lighting ini menempatkan lampu utama di atas objek foto. Sehingga dihasilkan foto dengan bayangan di bawah hidung menyerupai atau mirip bentuk kupu-kupu.Lighting jenis ini sangat cocok untuk foto kosmetik yang menonjolkan kecantikan objek foto.






Rembrandt Lighting
Rembrant Light
Rembrandt Light
Teknik ini menggunakan satu atau dua lampu dan ditambah reflektor. Jenis pencahayaan ini banyak digemari karena menghasilkan foto yang lebih berdimensi bahkan dengan peralatan lampu yang terbatas. Bentuk pencahayaan Rembrandt menghasilkan bentuk segitiga agak kontras disamping hidung atau di bawah mata.
Sedangkan Rembrandt sendiri diambil dari nama  pelukis yang sering melukis dengan menggunakan teknik pencahayaan seperti ini. Foto yang dihasilkan dengan teknik pencahayaan ini memberi kesan yang lebih berkarakter pada objek foto.



Berikut ini beberapa contoh peletakkan posisi lampu dan foto yang dihasilkan.

1 komentar:

FOTOGRAFI EDISI 5


Belajar Lighting Fotografi

“Teknologi foto digital terus berkembang, berbagai alat bantu fotografipun bermacam-macam pula bentuk dan fungsinya. Dalam teknologi digital seperti sekarang, dibutuhkan segala hal yang praktis dinamis tapi bagus. Salah satunya adalah peralatan-peralatan fotografi, dalam hal ini adalah lampu untuk menghasilkan cahaya/lighting buatan (artificial lighting). Saat pertama belajar fotografi, memang sering dibingungkan dengan berbagai peralatan lampu studio. Di sini saya akan sedikit berbagi membahas tentang macam-macam lampu untuk menghasilkan cahaya buatan tersebut. Baik untuk indoor fotografi maupun outdoor fotografi. ”

Dewasa ini, untuk menghasilkan cahaya buatan tidak selalu harus menggunakan lampu studio dengan harga yang mahal, strobist sebagai suatu teknik bermain cahaya dengan menggunakan cahaya buatan dari lampu kilat (flash) adalah alternatif yang murah. Meski dengan hasil yang tidak sebagus lampu studio, terbukti teknik ini banyak sekali digemari. Hanya berbekal 2 flash atau lebih sudah bisa membuat cahaya buatan yang menarik, tergantung mengkomposisikan dan pengaturan intensitas cahayanya saja.
Bahkan sekarang banyak dibuat oleh perusahaan-perusahaan cina alat bantu menyerupai asesoris lampu studio besar semacam, barndoor, honeycomb, standard reflector, snoot, softbox, dan lain-lain namun untuk lampu flash, sehingga kita bisa lebih banyak berkreasi dalam menghasilkan cahaya buatan dari lampu flash ini. Berikut ini sedikit saya bahas tentang asesoris dan macam-macam jenis lampu dan istilahnya.

  1. Modelling Lamp
    Lampu untuk menghasilkan cahaya yang membantu kita untuk menentukan, melihat arah jatuhnya bayangan obyek. Biasanya hanya ada di lampu studio. Menyala sebelum lampu digunakan/di trigger.
    Modelling Lamp.


  2. Standar Reflektor
  3. Berfungsi mengarahkan sinar ke obyek. Cahaya yang dihasilkan sangat kuat dengan sudut pancaran yang terbatas. 
    Standard Reflector


  4. Payung Pemantul
  5. Melunakkan cahaya yang datang ke obyek agar lebih merata. Biasanya sinar yang datang ke obyek terlalu kuat dan menghasilkan bayangan pekat. Sifat cahaya yang dihasilkan kontras masih tinggi, kuat sinar berkurang 1-2 stop, sudut pancar cahaya luas.
    Bouncing Umbrella
      

  1. Payung Transparan
    Memiliki fungsi sama dengan payung pemantul, hanya saja cahaya yang dihasilkan lebih lunak, merata, dan lembut. Kuat sinar turun 2-3 stop.
    Payung Transparan


  2. Softbox
    Memiliki sifat melunakkan cahaya, merata, dan menghilangkan bayangan. Kuat sinar berkurang 3-4 stop, pancaran luas.
    Contoh softbox untuk flash.




  3.  Honeycomb
  4. Penyinaran lebih terarah, memusat, simetris, dan sudut penyinaran dipersempit. Biasanya digunakan untuk penyinaran pada bagian-bagian tertentu, intensitas cahaya yang dihasilkan lumayan kontras tergantung ukuran honeycomb (lubang-lubang tawon).
     
  1. Snoot
    Hampir sama dengan honeycomb, namun sifat cahaya yang dihasilkan lebih sempit dan kecil. Biasanya digunakan untuk hairlight. Kuat sinar turun 5-6 stop. Cocok untuk memunculkan karakter obyek.
    Snoot yang dilengkapi dengan Gel/Filter Warna


  2. Barndoor
  3. Mengarahkan sudut pencahayaan agar lebih terarah pada bagian obyek yang diinginkan dan tidak menggangu bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan/diperlihatkan. Fungsi lain untuk menghilangkan efek flare/fog saat lampu berhadapan dengan kamera.
    Barndoor dikombinasikan dengan honeycomb dan gel/filter

Sebagian besar peralatan tersebut digunakan untuk lampu studio. Namun ada juga yang dibuat khusus untuk strobist mania, ukuran lebih kecil dan digunakan untuk flash/lampu kilat dengan fungsi yang sama layaknya lampu studio profesional.

Mini Lighting yang cocok untuk strobist mania

0 komentar:

REFLECTOR




Salah satu lighting yang sering digunakan oleh banyak fotografer adalah Standard Reflector. Fotografer biasanya menggunakan Standard Reflector untuk menghasilkan hardlight ataupun buat background. kali ini kita akan membahas tentang Standard Reflector.
Seperti juga bahasan mengenai Softboxes, kita akan mencoba melakukan beberapa percobaan untuk mengetahui lebih jelas mengenai fungsi dan keunggulan menggunakan Standar Reflector.
Pada Percobaan ini kami menggunakan P70 dengan F.8 1/100. Untuk mendapatkan warna akurat dan detail, kamera harus mampu bekerja di speed lambat, atau kita harus memakai sumber cahaya yang besar sekali
1. Jarak 1,5 M, tanpa menggunakan Flash650 watt
std_reflector1_327
Hasil Gambar :
Cenderung lebih blueish
Detail tidak terlalu tajam
2. Jarak 70 cm, menggunakan Flash
std_reflector2_250
Hasil gambar :
Foto cenderung soft karena jarak lighting cukup dekat
Area penyebaran cahaya tidak merata
 3. Jarak 2 Meter , Menggunakan Flash
std_reflector3_250
Hasil Gambar :
Kontras sangat tinggi karena jarak semakin jauh dari objek
Detail sangat jelas
4. Jarak 1 Meter, menggunakan Flash
std_reflector4_250 
 Hasil Gambar :
Kontras sangat baik
Detail sangat jelas
Cahaya yang tidak flat
 Dengan spesifikasi terakhir, foto bisa menjadi lebih sempurna jika kita bisa menambahkan diffuser di depan P70 dan juga 1 buah reflector disisi kanan objek, dan hasilnya akan seperti gambar berikut :
std_reflector5_250

Ada beberapa kesimpulan yang dapat kita ambil, kenapa kita harus menggunakan Standard Reflector :
1.    Standar Reflektor menghasilkan karakter cahaya Hardlight, sehingga sangat berguna untuk mendapatkan hasil foto yang detail.
2.    Saturasi yang baik
3.    Kontras yang sempurna (Bergantung dari jarak juga)


0 komentar:

FOTOGRAFI EDISI 4


Lampu Kilat

Barangkali anda pernah dihadapkan pada suatu kondisi dimana anda hendak memotret dengan kamera anda namun kondisi pencahayaan yang ada sangat lemah. Atau dalam suatu perayaan ultah didalam ruangan yang -  menurut mata anda - cukup terang, tetapi pengukuran kamera anda menunjukkan kecepatan rana yang terlalu rendah untuk membuat foto yang tajam tanpa bantuan tripod. Atau mungkin anda melihat hasil pemotretan anda di suatu siang hari yang terik di mana bayangan yang jatuh pada objek terlalu gelap dan sangat kontras untuk menunjukkan detil yang cukup... dan lain lain yang mungkin cukup untuk menunjukkan ada sesuatu yang "kurang" dalam pemotretan anda.

Hal-hal tersebut dapat dihindari seandainya anda menggunakan lampu kilat dalam pemotretan anda. Mungkin tidaklah terlalu berlebihan apabila dikatakan bahwa biarpun lampu kilat "hanya" berstatus sebagai aksesoris tambahan, dapat dianggap bahwa alat ini adalah salah satu aksesori terpenting yang layak untuk diusahakan pengadaannya bagi peminat fotografi serius (kecuali bagi mereka yang mengkhususkan diri dalam pemotretan available light, tentunya).

Dalam bahasan ini akan dikemukakan dan diterangkan mengenai apa dan bagaimana lampu kilat itu dan bagaimana mengoperasikannya dengan optimal. Namun, sebelumnya anda diharapkan sudah mengerti hal-hal dasar dalam pengoperasian kameran dan lensa.

A.Sekilas sejarah lampu kilat.

Sejak awal mula fotografi "ditemukan", mulai disadari pentingnya cahaya tambahan dalam pemotretan. Apalagi mengingat pada masa-masa itu pemotretan dengan hanya mengandalkan cahaya alam masih memerlukan waktu hingga 1 menit / lebih hanya untuk membuat 1 foto (karena begitu rendahnya sensitivitas cahaya medium yang dipakai dan juga karena lensa yang dipakai masih belum sekuat sekarang).

Fotografer zaman baheula menemukan solusi dengan membakar serbuk magnesium untuk menghasilkan kilatan cahaya terang yang memungkinkan fotografer untuk mempersingkat waktu pencahayaan (yang tanpaganya akan sangat menyiksa objek foto - dalam hal ini manusia - bila harus duduk diam dan menahan nafas selama 1 menit atau lebih...). Namun, solusi magnesium ini mempunyai resiko dimana pembakaran serbuk magnesium selain menghasilkan cahata yang terang benderang juga akan menghasilkan asap yang cukup menganggu. Belum lagi kerumitan penanganannya yang kurang lebih sama dengan penanganan bahan-bahan peledak lainnya.

Kemudian, di tahun 1893 Chauffour (Prancis) membuat bohlam yang diisi dengan pita magnesium dan gas oksigen (disebut flashbulb) untuk digunakan dalam pemotretan bawah air (!). Di tahun 1925 Vierkotter (Austria) menyempurnakan penemuan sebelumnya, dilanjutkan oleh Ostermeier di tahun 1929 yang memasarkan flashbulb yang diisi dengan lembaran aluminium di Jerman.

Perlu diingat bahwa prinsip kerja flashbulb berbeda dari lampu kilat modern di mana flashbulb masih memakai lembaran / kawat magnesium dan aluminium untuk menghasilkan kilatan cahaya, sedangkan lampu kilat modern memakai tabung lampu kilat (flashtube) yang berisi gas krypton dan xenon. Barulah di tahun 1939 Harold Edgerton (Amerika) memperkenalkan unit lampu kilat elektronik yang prinsip kerjanya kurang lebih sama dengan lampu kilat zaman sekarang.

Salah satu hal mendasar yang membedakan flashbulb dengan flashtube adalah durasi (lamanya) cahaya yang terpancar dari kedua unit tersebut. Durasi yang dikeluarkan oleh flashbulb biasanya jauh lebih rendah dari flashtube yang mampu menghasilkan kilatan cahaya antara 1/300 (0,003) hingga 1/5.000 (0,0002) detik (untuk tipe-tipe tertentu bahkan hingga mencapai 1/1.000.000 detik!).Bandingkan dengan flashbulb yang berkisar antara 8 milidetik (0,8 detik) hingga 45 milidetik (4,5 detik). Cukup jelas kiranya bahwa penggunaan flashtube dengan durasi yang sedemikian singkat memungkinkan anda untuk menangkap dan menghentikan gerakan cepat. Lain halnya dengan flashbulb.

B. Guide Number (GN0)

GN (Guide Number -  diindonesiakan menjadi angka pedoman) adalah panduan yang mengindikasikan kekuatan lampu kilat yang bersangkutan. Semakin tinggi GN lampu kilat tersebut, akan semakin terang dan semakin jauh jarak jangkau kilatannya. Angka GN standar didapatkan dari pengalian angka diafragma dan jarak (dalam meter / kaki), pada ISO 100 (dan pada sudut sebar kilatan sesuai lensa 50 atau 35 mm). Perlu dipahami sebelumnya bahwa semakin jauh jarak yang harus ditempuh cahaya lampu kilat, akan semakin lemah daya pancarnya dan kebalikannya. Juga bila sudut sebarannya semakin melebar maka jarak jangkaunya pun akan semakin berkurang dan sebaliknya.

Dengan mengetahui angka GN pada lampu kilat anda, anda akan lebih murah dan cepat untuk menyesuaikan bukaan diafragma sesuai dengan jarak anda ke objek dan juga dengan ISO yang dipakai. Namun sebelum beranjak lebih jauh, perlu kiranya dipahami bahwa penggunaan kecepatan rana di kamera, selama sama dengan - atau di bawah -  kecepatan sinkron kilat, tidak atau sangat sedikit berpengaruh terhadap pencahayaan lampu kilat. Penggunaan kecepatan rana yang berbeda hanya akan mempengaruhi pencahayaan pada lata belakang, sedangkan pencahayaan lampu kilat dapat dikatakan hanya dipengaruhi oleh bukaan diafragma yang dipakai.

Perhatikan rumus-rumus sederhana ini beserta penjelasan singkatnya.

1. GN =  f/stop x jarak
Rumus diatas adalah -  sekali lagi - untuk mengindikasikan kekuatan lampu kilat yang diperlukan untuk mendapatkan pencahayaan lampu kilat yang tepat sesuai dengan jarak dan diafragma lensa yang dipakai. Di sini diasumsikan bahwa kecepatan rana yang dipakai sama dengan atau di bawah sinkron kilat.

2. f/stop = GN : jarak
Rumusan ini yang sangat umum dipakai untuk menemukan bukaan diafragma lensa dalam pemotretan dengan lampu kilat. Dengan mengetahui angka GN lampu kilat yang anda pakai, anda akan dapat dengan mudah dan cepat menentukan bukaan diafragma sesuai dengan jarak pemotretan anda dengan ibjek.

3. Jarak = GN :  f/stop
Rumusan terakhir ini lebih banyak dipakai dalam pemotretan dengan teknik fill-in. setelah mengukur kecerahan latar belakang objek, selanjunya anda harus menyesuaikan jarak anda dengan ibjek setelah anda membagi angka GN dengan bukaan diafragma yang didapatkan.

Pada umumnya, uni-unit lampu kilat yang ada di pasaran mempunyai GN yang bervariasi, berkisar antara 14(lampu kilat manual yang kecil dan mungil, membutuhkan hanya 1 atau 2 baterai AA) hingga 60 atau lebih (unit lampu kilat bergagang yang membutuhkan hingga enam baterai / bahkan power supply eksternal - umum dipakai oleh fotografer pernikahan). Unit lampu kilat studio bahkan mempunyai GN yang lebih besar lagi, namun indikasi yang dipakai untuk menggambarkan kekuatan lampu kilat studio biasanya Watt per Second (W/s).

C. Jenis-jenis lampu kilat.

1. Manual : Tipe lampu kilat yang paling sederhana. Lampu kilat ini menghimpun daya dari baterai dalam elektro kondensator (elko) untuk kemudian dilepaskan seluruhnya dalam bentuk kilatan melalui flashtube (karena itu, setiap kali lampu kilat jenis ini melepaskan cahayanya, ia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengisi kembali tegangan listrik elko). Tidak mempunyai fasilitas pengatur intensitas cahaya internal sehingga pencahayaannya murni diatur oleh diafragma lensa. Secara sepintas, jenis ini mudah dikenali dengan hanya menyertakan tombol on/off dan lampu indikator serta hanya mempunyai satu kontak listrik di telapak hotshoe.

2. Semi auto (Thyristor) : Disebut juga dengan auto. Pengembangan dari lampu kilat manual dengan menempatkan sensor pemantau kilatan cahaya (thyristor) di bagian muka lampu kilat. Unit ini berfungsi sebagai pemutus aliran listrik dari elko menuju flashtube ketika ia mendeteksi pantulan cahaya yang dilepaskan lampu kilat. Tidak dianjurkan penggunaannya dalam jarak lebih dari 3 meter (karena wilayah sensitivitas sensor thyristor terlalu lebar sehingga dapat tertipu oleh warna/kecerahan latar belakang).

3. TTL (Through The Lens) : Lampu kilat jenis ini mengandalkan sensor internal kamera sebagai kendali pencahayaannya. Tentulah kamera yang dipakai haruslah kamera dengan kemampuan TTL untuk lampu kilatnya. Jenis ini lebih akurat karena cahaya lampu kilat yang terukur hanyalah cahaya yang masuk melalui lensa kamera yang bersangkutan. Bila dilihat dari tapak hotshoe-nya, lampu kilat jenis ini mempunyai 3 atau lebih kontak listrik.

*note : karena letak kontak listrik pada hotshoe kamera berbeda-beda dari 1 produsen ke produsen lain, tidak dianjurkan untuk menempatkan lampu kilat Canon pada kamera Nikon, misalnya. Hal ini berisiko merusak sirkuit elektronik yang ada pada kamera dan juga pada lampu kilatnya. Bila membeli merek independen (Sunpak, Metz, Nissin dan sebagainya) pastikan bahwa unit yang dibeli mempunyai dudukan bagi kamera yang dimiliki.



by : Yulian Ardiaynsyah

brondong:
D. Anatomi lampu kilat



keterangan :

* Reflector Card : atau bounce card. Digunakan dalam teknik bounce flash untuk memberikan sedikit cahaya frontal sementara sebagian besar cahaya akan dipantulkan di langit-langit ruangan.

* Fresnel lens : (baca: frey-nel) sekeping plastik (akrilik) bening dengan pola-pola sirkuler yang berguna untuk mengonsentrasikan (dan menyebarkan) kilatan dan melunakkan cahaya lampu kilat.

* Tilt, swivel & zooming head : lampu kilat dengan kepala yang dapat digerakkan "menoleh" kiri-kanan (swivel) dan "mendongak" (tilt -  sebagian merek mampu "menunduk" sedikit untuk pemotretan makro), digunakan untuk pemotretan dengan teknik bounce flash. Bila unit ini mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan sudut sebaran cahaya lampu kilat dengan lensa yang dipakai (biasanya berkisar antara 28-85 mm), disebut juga dengan zooming head. Bila tidak, sudut sebaran lampu kilat biasanya disesuaikan dengan lensa 28, 35 atau 50 mm. Di bagian ini dapat ditemui fresnel lens.

* Lampu pembantu AF : lampu pembantu sensor AF pada kamera yang akan menyala secara otomatis dalam keadaan cahaya sekitar yang lemah.

* Terminal PC contact & kabel TTL : menghubungkan lampu kilat dengan kamera menggunakan kabel sinkron manual (PC) atau kabel TTL bila lampu kilat digunakan terpisah dari kamera.

* Terminal tenaga eksternal : "colokan" kabel sumber daya eksternal (battery pack).

* Hotshoe : "sepatu panas" adalah tempat kontak-kontak listrik dari lampu kilat ke kamera. Berfungsi sekaligus sebagai dudukan lampu kilat.

* Sensor thyristor : sensor pendeteksi kilatan. Digunakan dalam mode semi-auto (lihat jenis-jenis lampu kilat).

* Tombol tilt & swivel : tombol yang terletak di samping head ini (tidak terlihat dalam gambar) digunakan untuk mengarahkan head ke bidang pantul (langit-langit atau tembok).

* Wide angle panel : panel tambahan untuk lebih menyebarkan cahaya lampu kilat dalam penggunaan lensa sudut lebar (18-20mm).

* Tombol preview : bila tombol ini ditekan, lampu kilat akan menyala selama beberapa detik untuk memberikan perkiraan hasil pemotretan (misalnya, di mana bayangan akan jatuh pada objek).

* Indikator sudut tilt :  mengindikasikan seberapa besar sudut vertikal yang dibentuk kepala lampu kilat. Di bagian "leher" lampu kilat (tidak terlihat dalam gambar) juga terdapat indikator sudut swivel.

* Panel LCD : pada lampu kilat mutakhir, terdapat layar (panel) LCD yang menunjukkan indikasi-indikasi jarak, ISO yang digunakan kompensasi pencahayaan, dan sebagainya.

* Tombol power : untuk menyalakan atau mematikan lampu kilat.

* Ready Light : lampu indikator yang akan menyala bila lampu kilat sudah siap digunakan.

* Kunci Hotshoe : kunci peneguh (ulir, tuas atau tombol) untuk mencegah lampu kilat terlepas secara tidak sengaja.

* Tombol-tombol pengaturan : tombol-tombol, seperti pengatur zooming head dan kompensasi pencahayaan.

* Tombol test : untuk menguji nyala lampu kilat. Dalam mode TTL atau manual tenaga penuh (full power) bila tombol ini ditekan maka lampu kilat akan mengeluarkan seluruh tenaga pancarannya.

* Tombol mode lampu kilat : mengatur mode kerja lampu kilat (mode manual, auto/semi auto, TTL, dan sebagainya).

E. Teknik-teknik dasar

1. Direct flash (dengan kecepatan sinkron kilat pada kamera)
Teknik penggunaan lampu kilat paling dasar. Untuk pengguna lampu kilat manual, penguasaan akan teori Guide Number (GN) adalah esensial untuk membuat foto dengan pencahayaan lampu kilat yang tepat.

a. Manual
Bagilah GN lampu kilat yang dipakai dengan jarak ke objek untuk menemukan angka diafragma. Jangan lupa untuk menyesuaikan diafragma bila memakai ISO selain ISO 100 (kecilkan bukaan diafragma 1 stop untuk setiap kelipatan ISO 100 - ISO standar GN - dan besarkan 1 stop untuk ISO 50, 2 stop untuk 25, dan seterusnya).

b. Auto/semi auto
Setel diafragma yang dianjurkan pada tabel (yang biasanya terletak di punggung lampu kilat) pada ISO yang dipakai, kemudian jagalah jarak dengan objek (di dalam jarak minimum dan maksimum -  juga pada tabel). Sekedar anjuran : jangan lebih dari 3 meter sebagaimana yang telah diterangkan di atas.

c. TTL
Simpelnya, tinggal tekan tombol pelepas rana. Intensitas cahaya yang dikeluarkan lampu kilat akan menyesuaikan otomatis dengan ISO dan diafragma yang dipakai.

2. Fill in flash
"Any light directed on the subject from a lamp or reflector to illuminate shadows cast by the principal light on the subject. Without some such form of shadow illumination, those parts of the subject not lighted by the principal light would appear in the finished photograph as dense black areas with little detail. " (The Focal Encyclopedia of Photography -  Volume 1, Focal Press, Londo 1978)


Teknik untuk menggunakan lampu kilat langsung (direct flash) sebagai cahaya pengisi bayangan. Biasanya digunakan dalam pemotretan outdoor (bila cahaya alam yang tersedia cukup dominan). Perlu diketahui bahwa fill in flash hanya efektif dalam jarak dekat (di bawah lima meter) karena sekuat apa pun lampu kilatnya, ia masih akan kesulitan bersaing dengan cahaya alam (matahari).

3. Slow sync
Lengkapnya: Slow Synchronization. Atau dikenal juga sebagai sinkron lambat (dengan kecepatan rana rendah -  dibawah 1/30 detik). Mungkin dapat dikatakan bahwa ini adalah teknik fill in bila cahaya sekitar (ambient lighting) sangat rendah/redup. Seperti pemotretan dengan latar belakang suasana kota di waktu malam. Atau dalam pemotretan panggung, bila pemotretan dilakukan tanpa menggunakan sinkron lambat, latar belakang (penonton yang berdesakan) tidak akan terekam dalam film (gelap). Namun, dengan memberikan waktu lebih lama untuk film agar tercahayai (dengan kecepatan rana rendah), detail di bagian latar lebih jelas terlihat, bercampur dengan blur gerakan-gerakan cepat (kombinasi antara cahaya lampu kilat yang menghentikan gerakan dan efek kecepatan rana rendah). Inti penjelasan ini adalah mencari pencahayaan latar belakang terlebih dahulu sebelum memotret dengan lampu kilat. Tidak jaran, penggunaan tripod menjadi suatu keharusan.

4. Bounce flash
Bounce flash (lampu kilat pantul) adalah teknik pencahayaan lampu kilat tidak langsung (indirect flash) untuk mendapatkan hasil cahaya yang lunak, menyebar/merata, dan natural. Singkatnya, teknik ini dilakukan dengan mengarahkan kepala lampu kilat ke atas langit-langit (atau ke samping pada dinding) untuk memantulkan cahaya lampu kilat menuju objek. Teknik ini sangat umum digunakan dalam pemotretan di dalam ruangan, karena menghasilkan kualitas cahaya yang kurang-lebih sama dengan yang dilihat oleh mata manusia (yang terbiasa dengan arah datang cahaya dari atas). Tetapi, untuk menerapkan teknik ini, anda sebaiknya mempunyai lampu kilat dengan bagian kepala yang dapat diputar (tilt, swivel atau kedua2nya lebih baik), langi-langit / dinding (atau papan putih, karton, styrofoam, dan sebagainya) sebagai bidang pantul dan lensa dengan diafragma maximum yang cukup besar / ISO yang cukup tinggi.

Namun, teknik ini juga memiliki beberapa kelemahan, di antaranya adalah bidang pantul yang dipakai tidak dapat berada terlalu jauh dari posisi objek. Tambahan lagi, warna bidang pantul akan dapat mempengaruhi warna cahaya yang menimpa objek foto anda (bidang pantul berwarna biru -  misalnya - akan memantulkan cahaya kebiru2an pada objek). Selain itu, pemotretan dalam jarak dekat (dengan sudut kepala lampu kilat 90 drajat) akan menghasilkan daerah bayangan di bagian leher dan mata objek yang cukup pekat.hal-hal lain yang tidak kalah penting, di antaranya adalah lebih boros baterai -  karena lampu kilat harus bekerja lebih lama dalam memancarkan cahayanya - dan membutuhkan bukaan diafragma yang lebih besar daripada pemotretan secara langsung (2-3 stop atau bahkan lebih).

Lalu, perlu diperhatikan pula bahwa sudut arah pancar cahaya yang diatur dengan seberapa jauhnya kepala lampu kilat mendongak/menoleh akan mempengaruhi arah dan sudut datangnya cahaya ke objek. Bila objek berada cukup dekat (+/- 1m) dari anda dan anda mengangkat kepala lampu kilat sebanyak 45 drajat ke atas, hampir dapat dipastikan bahwa cahaya lampu kilat akan jatuh di belakang objek anda (in this case, sudut bounce sebanyak 90 drajat/tegak lurus ke atas akan menghasilkan cahaya yang jatuh pada objek). Pengetahuan akan salah 1 teori dasar fisika (sudut datang = sudut pantul) akan sangat membantu dalam mengaplikasikan teknik ini dalam memperkirakan di mana cahaya akan jatuh dari bidang pantulnya.

0 komentar: